Sanggup membeli bukan berarti kita harus membeli dan memiliki. Beberapa kali ibu-ibu temannya istri saya menawarkan tas dan baju-baju mahal. Istri saya hanya tersenyum dan menggeleng. “Tas dan baju saya masih bagus dan belum rusak, dan itu terlalu mahal buat saya,” tukasnya. Dan istri saya tidak malu terlihat miskin.
Saya biasanya makan di warung lotek di salah satu sudut kota Bandung dan sering berbincang dengan salah satu tukang parkir begitu asiknya. Dan saya sering makan di situ kalau belanja untuk kebutuhan usaha saya. Sampai si bapak tukang parkir itu hapal terhadap saya.
Di tahun 2005, saat itu saya masih jadi konsultan keuangan untuk proyek Bank Dunia dan saya mulai merintis usaha saya dengan teman saya. Tidak ada yang perduli dengan status profesi saya itu. Yang mereka tahu saya suka belanja dengan mobil boks dan kadang naik angkutan umum. Jadi tidak sedikit yang menyangka saya sebagai supir. Dan saya tidak malu terlihat miskin.
Jangan malu terlihat miskin, tapi malulah ketika kita pura-pura kaya.
Salah satu modal untuk berwirusaha adalah jangan malu terlihat miskin. Saya memiliki teman yang menjabat posisi cukup baik di perbankan dan dia menjabat jabatan yang sangat baik. Dia sering berkelakar ingin keluar dari posisinya sekarang dan ingin jadi pengusaha tapi sudah delapan tahun lebih tidak pernah dilakukannya, meski sampai sekarang kelakarnya tetap sama. Sebab dia tidak mau keluar dari zona nyamannya. Sederhana saja, ketika kita memulai wirausaha kita akan selalu banyak berhitung dan itu memang terlihat miskin dan susah.
Berwirusaha itu kadang kita harus tebal muka, tebal hati, dan tebal tekad. Rumusan sederhana jadi pengusaha adalah membeli lebih murah menjual lebih mahal. Banyak di antara kita yang mau memulai usaha itu selalu dengan alasan nunggu modal. Padahal rumusan di atas itu sangat sederhana, kita lah yang sering membuatnya rumit.
Waktu Rasulullah hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf ra, dipersaudarakan dengan seorang Anshor bernama Sa’ad bin Rabi’ ra. Sa’ad kemudian menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf sebagai perwujudan rasa cinta terhadap saudara barunya. Namun beliau menolak dan hanya minta ditunjukkan jalan menuju pasar untuk memulai usaha.
Jadi modal bukanlah alasan untuk memulai berwirusaha. Dan janganlah malu terlihat miskin, tapi malulah ketika kita pura-pura kaya. Dan sayangnya, di sekeliling kita yang kedua terlihat lebih banyak.
Sumber : islampos.com
Saya biasanya makan di warung lotek di salah satu sudut kota Bandung dan sering berbincang dengan salah satu tukang parkir begitu asiknya. Dan saya sering makan di situ kalau belanja untuk kebutuhan usaha saya. Sampai si bapak tukang parkir itu hapal terhadap saya.
Di tahun 2005, saat itu saya masih jadi konsultan keuangan untuk proyek Bank Dunia dan saya mulai merintis usaha saya dengan teman saya. Tidak ada yang perduli dengan status profesi saya itu. Yang mereka tahu saya suka belanja dengan mobil boks dan kadang naik angkutan umum. Jadi tidak sedikit yang menyangka saya sebagai supir. Dan saya tidak malu terlihat miskin.
Jangan malu terlihat miskin, tapi malulah ketika kita pura-pura kaya.
Salah satu modal untuk berwirusaha adalah jangan malu terlihat miskin. Saya memiliki teman yang menjabat posisi cukup baik di perbankan dan dia menjabat jabatan yang sangat baik. Dia sering berkelakar ingin keluar dari posisinya sekarang dan ingin jadi pengusaha tapi sudah delapan tahun lebih tidak pernah dilakukannya, meski sampai sekarang kelakarnya tetap sama. Sebab dia tidak mau keluar dari zona nyamannya. Sederhana saja, ketika kita memulai wirausaha kita akan selalu banyak berhitung dan itu memang terlihat miskin dan susah.
Berwirusaha itu kadang kita harus tebal muka, tebal hati, dan tebal tekad. Rumusan sederhana jadi pengusaha adalah membeli lebih murah menjual lebih mahal. Banyak di antara kita yang mau memulai usaha itu selalu dengan alasan nunggu modal. Padahal rumusan di atas itu sangat sederhana, kita lah yang sering membuatnya rumit.
Waktu Rasulullah hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf ra, dipersaudarakan dengan seorang Anshor bernama Sa’ad bin Rabi’ ra. Sa’ad kemudian menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf sebagai perwujudan rasa cinta terhadap saudara barunya. Namun beliau menolak dan hanya minta ditunjukkan jalan menuju pasar untuk memulai usaha.
Jadi modal bukanlah alasan untuk memulai berwirusaha. Dan janganlah malu terlihat miskin, tapi malulah ketika kita pura-pura kaya. Dan sayangnya, di sekeliling kita yang kedua terlihat lebih banyak.
Sumber : islampos.com
0 comments :
Post a Comment