Bagi sebagian besar orang, sampah merupakan sesuatu yang mesti dijauhi. Karena itu, mereka tidak berpikir bahwa sampah bisa menghasilkan uang. Namun, dalam benak seorang wirausaha, sampah merupakan gunung emas.
Di tangan orang yang kreatif seperti Mohammad Baedowy, sampah plastik yang tidak bisa terurai dalam tanah dapat disulap menjadi barang yang mempunyai ekonomi sangat tinggi. Bahkan, mampu menciptakan lapangan kerja dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Alasan lulusan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang ini menggeluti sampah plastik, sederhana saja. Kisahnya dimulai sejak delapan tahun silam saat Baedowy masih berkutat dengan kesibukannya sebagai auditor di sebuah bank asing di Jakarta.
Kala itu tidak sedikit karyawan bank dihinggapi kecemasan lantaran bank mereka terpuruk, dilikuidasi, atau merger dengan bank lain sebagai dampak krisis moneter 1998.
“Saat itu saya melihat banyak teman yang ketar-ketir menunggu nasib. Saya berpikir, daripada ikut susah, lebih baik berhenti duluan. Saya lantas mengundurkan diri dari perusahaan,” tutur Baedowy, kepada SH, di Jakarta, Senin (14/5) sore.
Berhenti bekerja di bank, Baedowy lalu mendalami pekerjaan sampingan sebagai manajer keuangan pada sebuah perusahaan batik yang memiliki pabrik di Pekalongan, Jawa Tengah. Selain mengurus dan menata keuangan pabrik, ia juga bertugas mengatur kegiatan pameran produksi batiknya.
Roda kehidupan putra pertama pasangan Supomo dan Zubaidah ini lantas berbalik 180 derajat setelah bertemu dengan seorang pejabat bank yang menawarinya berkongsi bisnis sampah.
“Kerja sama kami hanya berjalan setengah tahun. Ternyata, kami sama-sama belum ahli berbisnis sampah. Tetapi, lantaran saya merasa sudah telanjur, kepalang basah, saya memutuskan untuk mencoba sendiri,” ujar lelaki kelahiran Balikpapan, 43 tahun silam, ini.
Di benak Baedowy, berbisnis sampah plastik tidak membutuhkan modal terlalu besar. Persaingan pun tidak terlalu ketat dan bisnis sampah tidak dihantui risiko besar. Kalau tidak laku, barang produksinya bisa disimpan lagi.
Dengan modal awal Rp 50 juta, Baedowy mendirikan pabrik penggilingan plastik yang dinamainya Fatahillah Interplastik. Produksinya pun tidaklah banyak. Hanya mengumpulkan dari para pemulung.
"Saya coba menampung barang-barang plastik dari para pemulung. Selain membantu mereka, kami juga coba bermitra dengan mereka agar mereka bisa produksi sendiri, supaya mereka mempunyai nilai tambah dan ekonomi yang lebih besar," katanya.
Menurutnya, untuk meningkatkan taraf ekonomi para pemulung dapat dilakukan melalui pendekatan kegiatan sehari-hari mereka yaitu memunguti barang-barang bekas, di antaranya plastik. Selama ini mereka hanya memungut dan menjual hasilnya dengan harga yang sangat murah.
"Jika dengan kedekatan seperti ini, kita bisa bermitra dengan memberikan bantuan mesin dengan perjanjian hasil olahannya (hasil giling plastik) dikumpulkan untuk dijual ke kami dan tentunya dengan harga yang bagus," ujarnya.
Dia mengatakan, melakukan pendampingan kepada mereka sangat membutuhkan waktu banyak. Namun, dengan melihat hasil jangka panjang tentunya hasilnya akan maksimal.
"Saya sangat senang jika dalam waktu relatif cepat mereka mampu berjalan sendiri. Meskipun untuk kualitas perlu perbaikan. Namun dengan dimulai dari pemilahan yang ketat, hasilnya akan lebih maksimal," katanya.
Rintangan
Namun, berbisnis sampah ternyata memiliki tantangan sendiri. Persaingan antarsesama pengusaha limbah plastik ternyata sangat ketat dan keras. Karena sebelumnya tak punya pengetahuan tentang sampah plastik dan minim peta perdagangan, tidak jarang Baedowy harus pulang dengan modal nyaris habis.
Kendala lain, satu-satunya mesin pemotong (crusher) plastik di pabrik Baedowy kerap ngadat sehingga produksinya terganggu. Situasi ini dialami Baedowy selama lebih dari dua tahun.
“Sambil jalan, saya belajar betulin mesin itu. Saya bongkar, kemudian pasang lagi. Pokoknya sampai hafal betul isi perut mesin itu,” ujar Baedowy.
Gelas plastik air mineral, misalnya, memiliki kode PP, singkatan dari polypropylene, sementara botol air mineral atau botol jus memiliki kode PET (polyethylene tereththalate). Berbeda jenis limbah plastik, berbeda pula harganya di pasaran.
Ekspansi Usaha
Sambil menjalankan usahanya itu, Baedowy rajin mengunjungi pameran industri, terutama yang berkaitan dengan mesin pengolah plastik. Brosur-brosur tentang mesin pengolah plastik dikumpulkannya. Sampai di kantor atau di rumah, Baedowy lantas menggambar ulang dan mempelajari cara kerja mesin tersebut.
Kini, ia tidak hanya mampu berbisnis daur ulang limbah plastik. Melalui perusahaannya, CV Majestic Buana Group, di Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Baedowy juga membuat mesin-mesin pengolah limbah plastik, antara lain mesin penghasil pelet plastik, mesin crusher penghasil pencacah plastik, dan mesin pengolah lainnya.
Mesin-mesin itu ia jual kepada mitra, istilah Baedowy kepada relasi bisnisnya yang sama-sama mengolah limbah plastik. Ia juga diminta membangun mesin atas pesanan instansi pemerintah. Dua di antaranya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Atas dedikasinya terhadap pengembangan usaha daur ulangnya, pemilik nama lengkap Mohammad Baedowy dinobatkan sebagai Wira UKM (Usaha Kecil Menengah) Terbaik Dji Sam Soe Award 2008-2009 di Jakarta.
Namun, dengan penobatan dan berbagai penghargaan yang dimilikinya, tak membuat dirinya berbesar hati. Justru, semuanya itu membuatnya semakin kreatif dan terus mengembangkan usaha. Ke depan, bukan hanya pencacah plastik dan mesinnya, impiannya berbagai produk hasil olahan plastik daur ulang bakal meramaikan pasaran Indonesia.
"Contohnya, kita akan produksi untuk semua kebutuhan tingkat rumah tangga mulai dari sedotan, sapi, dan produk plastik keperluan rumah tangga lainnya," ujarnya.
Tak hanya pembuatan produk, ke depan ia akan terus menekankan pada pemasaran hasil produksi, baik melalui penjualan gerai sendiri maupun penjualan langsung ke konsumen.
"Kita akan tekankan untuk produksi hingga hilirisasi plus pemasaran produk. Dengan begitu, nilai ekonomis dari hasil daur ulang plastik ini dapat dimaksimalkan. Langkah tersebut bukanlah janji, namun kewajiban kita untuk memberikan yang terbaik bagi diri kita, keluarga dan orang lain," tuturnya.
Sumber : ciputraentrepreneurship.com
Di tangan orang yang kreatif seperti Mohammad Baedowy, sampah plastik yang tidak bisa terurai dalam tanah dapat disulap menjadi barang yang mempunyai ekonomi sangat tinggi. Bahkan, mampu menciptakan lapangan kerja dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Alasan lulusan Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang ini menggeluti sampah plastik, sederhana saja. Kisahnya dimulai sejak delapan tahun silam saat Baedowy masih berkutat dengan kesibukannya sebagai auditor di sebuah bank asing di Jakarta.
Kala itu tidak sedikit karyawan bank dihinggapi kecemasan lantaran bank mereka terpuruk, dilikuidasi, atau merger dengan bank lain sebagai dampak krisis moneter 1998.
“Saat itu saya melihat banyak teman yang ketar-ketir menunggu nasib. Saya berpikir, daripada ikut susah, lebih baik berhenti duluan. Saya lantas mengundurkan diri dari perusahaan,” tutur Baedowy, kepada SH, di Jakarta, Senin (14/5) sore.
Berhenti bekerja di bank, Baedowy lalu mendalami pekerjaan sampingan sebagai manajer keuangan pada sebuah perusahaan batik yang memiliki pabrik di Pekalongan, Jawa Tengah. Selain mengurus dan menata keuangan pabrik, ia juga bertugas mengatur kegiatan pameran produksi batiknya.
Roda kehidupan putra pertama pasangan Supomo dan Zubaidah ini lantas berbalik 180 derajat setelah bertemu dengan seorang pejabat bank yang menawarinya berkongsi bisnis sampah.
“Kerja sama kami hanya berjalan setengah tahun. Ternyata, kami sama-sama belum ahli berbisnis sampah. Tetapi, lantaran saya merasa sudah telanjur, kepalang basah, saya memutuskan untuk mencoba sendiri,” ujar lelaki kelahiran Balikpapan, 43 tahun silam, ini.
Di benak Baedowy, berbisnis sampah plastik tidak membutuhkan modal terlalu besar. Persaingan pun tidak terlalu ketat dan bisnis sampah tidak dihantui risiko besar. Kalau tidak laku, barang produksinya bisa disimpan lagi.
Dengan modal awal Rp 50 juta, Baedowy mendirikan pabrik penggilingan plastik yang dinamainya Fatahillah Interplastik. Produksinya pun tidaklah banyak. Hanya mengumpulkan dari para pemulung.
"Saya coba menampung barang-barang plastik dari para pemulung. Selain membantu mereka, kami juga coba bermitra dengan mereka agar mereka bisa produksi sendiri, supaya mereka mempunyai nilai tambah dan ekonomi yang lebih besar," katanya.
Menurutnya, untuk meningkatkan taraf ekonomi para pemulung dapat dilakukan melalui pendekatan kegiatan sehari-hari mereka yaitu memunguti barang-barang bekas, di antaranya plastik. Selama ini mereka hanya memungut dan menjual hasilnya dengan harga yang sangat murah.
"Jika dengan kedekatan seperti ini, kita bisa bermitra dengan memberikan bantuan mesin dengan perjanjian hasil olahannya (hasil giling plastik) dikumpulkan untuk dijual ke kami dan tentunya dengan harga yang bagus," ujarnya.
Dia mengatakan, melakukan pendampingan kepada mereka sangat membutuhkan waktu banyak. Namun, dengan melihat hasil jangka panjang tentunya hasilnya akan maksimal.
"Saya sangat senang jika dalam waktu relatif cepat mereka mampu berjalan sendiri. Meskipun untuk kualitas perlu perbaikan. Namun dengan dimulai dari pemilahan yang ketat, hasilnya akan lebih maksimal," katanya.
Rintangan
Namun, berbisnis sampah ternyata memiliki tantangan sendiri. Persaingan antarsesama pengusaha limbah plastik ternyata sangat ketat dan keras. Karena sebelumnya tak punya pengetahuan tentang sampah plastik dan minim peta perdagangan, tidak jarang Baedowy harus pulang dengan modal nyaris habis.
Kendala lain, satu-satunya mesin pemotong (crusher) plastik di pabrik Baedowy kerap ngadat sehingga produksinya terganggu. Situasi ini dialami Baedowy selama lebih dari dua tahun.
“Sambil jalan, saya belajar betulin mesin itu. Saya bongkar, kemudian pasang lagi. Pokoknya sampai hafal betul isi perut mesin itu,” ujar Baedowy.
Gelas plastik air mineral, misalnya, memiliki kode PP, singkatan dari polypropylene, sementara botol air mineral atau botol jus memiliki kode PET (polyethylene tereththalate). Berbeda jenis limbah plastik, berbeda pula harganya di pasaran.
Ekspansi Usaha
Sambil menjalankan usahanya itu, Baedowy rajin mengunjungi pameran industri, terutama yang berkaitan dengan mesin pengolah plastik. Brosur-brosur tentang mesin pengolah plastik dikumpulkannya. Sampai di kantor atau di rumah, Baedowy lantas menggambar ulang dan mempelajari cara kerja mesin tersebut.
Kini, ia tidak hanya mampu berbisnis daur ulang limbah plastik. Melalui perusahaannya, CV Majestic Buana Group, di Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, Baedowy juga membuat mesin-mesin pengolah limbah plastik, antara lain mesin penghasil pelet plastik, mesin crusher penghasil pencacah plastik, dan mesin pengolah lainnya.
Mesin-mesin itu ia jual kepada mitra, istilah Baedowy kepada relasi bisnisnya yang sama-sama mengolah limbah plastik. Ia juga diminta membangun mesin atas pesanan instansi pemerintah. Dua di antaranya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Atas dedikasinya terhadap pengembangan usaha daur ulangnya, pemilik nama lengkap Mohammad Baedowy dinobatkan sebagai Wira UKM (Usaha Kecil Menengah) Terbaik Dji Sam Soe Award 2008-2009 di Jakarta.
Namun, dengan penobatan dan berbagai penghargaan yang dimilikinya, tak membuat dirinya berbesar hati. Justru, semuanya itu membuatnya semakin kreatif dan terus mengembangkan usaha. Ke depan, bukan hanya pencacah plastik dan mesinnya, impiannya berbagai produk hasil olahan plastik daur ulang bakal meramaikan pasaran Indonesia.
"Contohnya, kita akan produksi untuk semua kebutuhan tingkat rumah tangga mulai dari sedotan, sapi, dan produk plastik keperluan rumah tangga lainnya," ujarnya.
Tak hanya pembuatan produk, ke depan ia akan terus menekankan pada pemasaran hasil produksi, baik melalui penjualan gerai sendiri maupun penjualan langsung ke konsumen.
"Kita akan tekankan untuk produksi hingga hilirisasi plus pemasaran produk. Dengan begitu, nilai ekonomis dari hasil daur ulang plastik ini dapat dimaksimalkan. Langkah tersebut bukanlah janji, namun kewajiban kita untuk memberikan yang terbaik bagi diri kita, keluarga dan orang lain," tuturnya.
Sumber : ciputraentrepreneurship.com
0 comments :
Post a Comment